Arsip Blog

Selasa, 08 Maret 2011

feminis.. oh NO

Feminisme emansipasi di Indonesia secara umum menebarkan paham bahwa peran tradisional perempuan merupakan usaha untuk mensubordinasikan perempuan. Menurut kaum feminis peran sebagai rumah tangga menyebabkan perempuan tidak berkembang kepribadiannya. Untuk menghapuskan stereotipe semacam itu perempuan tidak harus kawin dan boleh melakukan apa saja persis dengan yang dilakukan laki-laki, sebagai upaya untuk membebaskan diri dari segala bentuk opresi.

Teori feminisme secara umum ingin menunjukan gejala-gejala opresi terhadap perempuan, subordinasi, sebab-sebab dan konsekuensinya. Meraka menyebut sisitem patriarki, hukum dan UU yang diskriminatif, pemilikan harta yang tidak seimbang, pelecehan seksual antara suami-istri sebagai cermian tidak opresi terhadap perempuan. Ada beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh gerakan feminisme :

1.Tercapai kesamaan hak dan kedudukan laki-laki dan perempuan sebagai manusia bebas, baik dalam dunia publik maupun privat.

2.Penghapusan segala opresi dan perbedaan gender dalam masyarakat.

3.Kebebasan individu untuk memilih dan memutuskan sesuai keinginan dan aspirasinya. Tujuan ini semakin mendapat angin segar dalam masyarakat yang cenderung permisif terhadap budaya materialistis dan individualistis. Dalam kacamata materialis, seseorang dapat memiliki power bila dapat menghadirkan materi sebanyak-banyaknya dalam keluarga.

Feminisme Dalam Dunia Islam:
Dunia Islam pun ternyata tak lepas dari intervensi ide feminisme. Realistis itu memang lumrah terjadi mengingat dunia islam tengah mengalami degradasi pemahaman hukum Islam dalam gembaran kaffah. Islam bukan lagi jadi pijakan dalam berpikir dan bersikap. Standar berpikir dan bersikap telah bergeser kepada aspek manfaat, nilai-nilai HAM dan keadilan ala Barat. Di sisi lain Barat talah menyengaja menyebarkan paham feminis kedunia islam melalui agen-agennya. Bangladesh memiliki Taslima Nasreen, perempuan yang berani menghujat legalitas Al-qur’an sebagai sumber hukum islam.

Keberanian yang dimilikinya berhasil mengundang perhatian Barat untuk kemudian menempatkannya sebagai ketua IDA (Internasioanal Development Association) penerbit bibit feminisme yang berkedok sebagai lembaga Internasional yang bergerak dalam pemberdayaan perempuan di dunia Islam. Ada pula kesatuan 9 perempuan muslimah dari negeri Aljazair, Iran, Bangladesh, Maroko dan sudan yang terbagung dalam WLUML (Komite Aksi Perempuan Yang Hidup Dibawah Hukum Islam). Meraka mengganggap melepas jilbab dan bahasa arab adalah simbol kebebasan modernisasi ala Barat.

Adalah beberapa nash al-Qur’an dan al-Hadits yang mereka anggap telah menempatkan perempuan muslimah di bawah kedudukan laki-laki. Sehingga mereka perlu untuk melakukan reinterpretasi al-Qur’an dengan perspektif feminis. Nasreen berpendapat bahwa al-Qur’an perlu direvisi secara total karena Islam memperlakukan perempuan sebagai budak dalam perkawinan. Laki-laki dan perempuan progresif, sambungnya tidak akan tunduk terhadap agama.

Akar Feminisme
Tinjauan Historis :
Kemunculan Feminisme sebenarnya sama sekali tidak bisa dikaitkan dengan Islam. Isme ini pertama kali muncul di AS pada abad ke 19 ketika perempuan-perempuan Amerika baru menyadari bahwa mereka tak memiliki hak pilih dalam politik, sama seperti anak di bawah umur. Tuntuan mereka mencapai puncaknya ketika kaum hawa turunan Paman Sam itu berkumpul di Senece Falls, NY pada tahun 1948. Ada 4 hal yang mengemuka di forum itu, yakni tentang undang-undang perkawinan, berisi tentang gugatan perwalian anak dan penyerahan harta pihak perempuan untuk suami bila meraka bercerai, kesetaraan pendidkan antara perempuan dan laki-laki, hak bekerja dan berpolitik.

Isu perjuangan gender sempat surut satu dekade kemudian. Namun pada tahun 1960-an isu tersebut mencuat kembali dengan jargon anyar “sektor domestik itu tidak produktif” dan “peran tradisioanl perempuan adalah cerminan subordinasi perempuan”. Betty Freidan (1963) dalam Feminine Mistique menulis bahwa peran tradisioanl menyebabkan perampuan tidak berkembang kepribadiannya. Agar tidak terjebak dalam peran itu maka perempuan tidak harus kawin dan punya anak, serta boleh melakukan apa saja seperti yang dilakukan laki-laki.

Tinjauan Ideologis :
Paham Feminis sebenarnya terilhami oleh teori konflik Marx dan Engels. Engels berteori bahwa asal mula penindasan perempuan terjadi pada sistem Kapitalis. Menurutnya, keluarga inti dengan struktur hierarkis (suami, istri dan anak) menempatkan pria sebagai wakil borjuis dan perempuan sebagai proletar. Maka hubungan yang terjadi di antara keduanya adalah hubungan eksploitatif. Agar tercapai hubungan sejajar maka perlu mengubah struktur hierarki dalam masyarakat.

Dalam masyarakat kapitalistik, kebabasan adalah suatu hal yang perlu diperjuangkan sekalipun melampaui batas-batas nilai agama. Individu akan berkembang bila diberikan kebabasan untuk mengembangkan dirinya. Akibatnya timbul kesenjangan yang lebar antara kelompok yang bermodal kuat dan dengan golongan lemah. Yang terjadi selanjutnya adalah eksploitasi perempuan yang secara umum menduduki tempat sebagai kaum yang lemah oleh si pemodal kuat yang notabene adalah kaum laki-laki, sedangkan masyarakat sosialis berusaha meniadakan budaya kelembagaan yang mengarah pada pengkelasan. Sifat komunal ideologi ini cenderung meniadakan potensi individual pada masyarakat. Praktek ideologi tersebut dalam Negara cenderung ditegakan dalam bentuk otoritarian dan diktatorian.

 Tulisan ini membuka pikiran-pikiran tentang ide muculnya paham feminis.


*** Insya Allah, jika kita menerapkan secara mantap & syumuliyah konsep Islam dalam tiap titian kehidupan,, maka kesetaraan gender bukanlah solusi atas masalah ini,, coba dikaji sedikit mengenai fiqh kemenangan, fiqh DAULAH.. insya Allah semoga tegak hak & kewajiban sesungguhnya yang sesuai dengan fitrah manusia... NB: jangan setengah-setengah menafsirkan tentang Islam, pelajari secara utuh hingga tidak ikut-ikutan mengikuti paham yang bermunculan ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar